Jumat, 25 Maret 2011

HALAWAH AL IMAN (MANISYA IMAN)

HADIST UMUM
HALAWA AL IMAN ( manisnya iman)
OLEH
TANCE PUTRA




Kini kita akan memasuki pembahasan hadits Shahih Bukhari ke-16. Pembahasan hadits ke-16 ini kita beri judul “Manisnya Iman”. Terjemah dari judul yang telah diberikan oleh Imam Bukhari yaitu باب حَلاَوَةِ الإِيمَانِ. Hadits ini masih termasuk dalam kitab Al-Iman, kitab kedua dalam Shahih Bukhari.

Berikut ini matan lengkap hadits Shahih Bukhari ke-16:
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ

Dari Anas, dari Nabi SAW beliau bersabda: "Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka."

Penjelasan Hadits
قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ
Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman

Dalam hadits ini dipakai istilah حَلاَوَةُ الإِيمَانِ (manisnya iman). Dalam ilmu balaghah, istilah seperti ini disebut isti'arah takhyiliyyah, yaitu majaz (kiasan) yang dibangun dari tasybih (penyerupaan) imajinasi. Semacam majas metafora dalam bahasa Indonesia. Bahwa iman itu terasa manis. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari, ini mengindikasikan bahwa tidak semua orang bisa merasakannya. Sebagaimana manisnya madu hanya akan dirasakan oleh orang yang sehat, sedangkan orang yang sakit kuning tidak mampu merasakan manisnya. Demikian pula manisnya iman. Ia hanya didapatkan oleh orang-orang yang imannya "sehat". Diantaranya adalah yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam penggalan hadits berikutnya. Manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) juga mengingatkan kita ibarat pohon, iman itu memiliki buah manisnya bisa dirasakan oleh seorang mukmin. Tentu saja pohon baru bisa berbuah ketika akarnya teguh dan pohonnya kuat. Jadi ia tidak mudah dirasakan oleh setiap orang.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ * تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim : 24-25) Sebagian ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) merasakan lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai ridha Allah, lebih mengutamakan ridha-Nya dari pada kesenangan dunia, dan merasakan lezatnya kecintaan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya Inilah hal pertama yang membuahkan manisnya iman: mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi selainnya. Seorang mukmin haruslah menyempurnakan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, baru ia mendapati manisnya iman. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya tidak cukup hanya sekedarnya, tetapi harus melebihi dari yang selainnya. Manusia akan merasakan kebahagiaan besar ketika sedang mencintai. Maka manisnya iman menjadi buah yang dirasakan seorang mukmin ketika ia mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sempurna. Inilah yang menjelaskan mengapa Bilal sanggup menahan panasnya pasir dan terik surya, beratnya batu yang menindihnya, serta hinaan menyakitkan Umayyah dan kawan-kawannya. Dalam kondisi demikian, Bilal tetap melantunkan manisnya iman melalui lisannya: "ahad, ahad..." Manisnya iman buah cinta ini pula yang membuat Khabab bin Al Art seakan tak merasakan luka-luka menganga di tubuhnya yang disalib. Maka ketika diminta pendapatnya bagaimana jika Rasulullah yang menggantikannya, ia menjawab dalam nada manisnya iman: "Bahkan aku tak rela jika kaki Rasulullah tertusuk duri"
Dalam manisnya iman pula, sahabat-sahabat Ansar rela pulang tangan kosong tanpa ghanimah dalam Perang Hunain. Isak tangis mengharu biru ketika mereka tersadar bahwa Rasulullah hendak meneguhkan Islam para muallaf Makkah. Sementara mereka pulang membawa Rasulullah, biarlah orang lain pulang membawa unta dan kambing.
وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ
Dan mencintai seseorang semata-mata karena Allah Jika kecintaan kepada Allah adalah yang pertama dan tidak boleh terkalahkan oleh selainnya, demikian pula Rasulullah sebagai manusia yang paling dicintai, bukan berarti kita tidak diperkenankan mencintai sesama. Cinta itu fitrah manusia. Maka mencintai kedua orang tua, anak, saudara, sahabat, dan sesama mukmin juga dibutuhkan. Dan tatkala cinta itu karena Allah semata, maka iman akan manisnya iman akan bisa dirasakan. Generasi pertama umat ini adalah generasi yang sukses dalam membina cinta karena Allah ini. Maka dengan cinta lillah, suku Aus dan Khazraj yang semula bermusuhan menjadi bersaudara di bawah satu bendera: Ansar. Pada saat itu, mereka merasakan manisnya iman. Lalu, muhajirin dan anshar yang belum pernah bersua pun, tiba-tiba menjadi saling berbagi. Membagi harta menjadi dua, membagi kebun dan rumah agar bisa sama-sama hidup layak dalam perjuangan bersama. Pada saat itu, mereka merasakan manisnya iman.
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ
Dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka Jika dua hal yang pertama adalah pekerjaan mencintai, hal ketiga yang membawa manisnya iman ini adalah pekerjaan sebaliknya: membenci. Yakni membenci kekufuran. Khususnya kekufuran yang telah ditinggalkannya dan diganti dengan Islam.

Dalam riwayat Muslim, redaksi hadits tentang manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) ini pada poin ketiga berbunyi :
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Dan benci kembali kapada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah, sebagaimana kebenciannya dilempar ke dalam api neraka  Dan itulah yang, lagi-lagi, kita dapati pada generasi sahabat Nabi. Maka ketika Sayyid Quthb memotret tiga karakter sahabat yang menjadi faktor utama keberhasilan mereka, salah satunya ia catat: "Saat mereka masuk Islam dan mendapat Al-Qur'an seketika mereka melepas seluruh kejahiliyahan" Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan juga mengingatkan para sahabat agar jangan sampai kembali kepada kejahiliyahan, meskipun hanya sebagian sifatnya. Maka Rasulullah mengingatkan kaum Anshar ketika hampir saja mereka bermusuhan kembali antara suku Aus dan Khazraj seperti perang bu'ats. Rasulullah juga pernah mengingatkan Abu Dzar tatkala berselisih dengan Bilal lalu mencelanya dengan nada sentimen kesukuan. "Sungguh dalam dirimu ada perilaku jahiliyah" tegur Rasulullah yang selalu dikenang Abu Dzar. Dan sejak saat itu ia lebih mencintai dan menghormati Bilal.

Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Bolehnya memakai majaz dalam menasehati, memberi pelajaran, dan dakwah dengan tujuan agar lebih mudah dipahami dan diterima pelajarannya;
2. Iman memiliki buah yang manis yang bisa dirasakan mukmin ketika memenuhi kriteria atau syarat-syaratnya, sebaliknya tidak semua orang bisa merasakan manisnya iman ini;
3. Manisnya iman bisa dirasakan seorang mukmin yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi selainnya, mencintai orang lain karena Allah semata, dan membenci kembali kepada kekufuran.

Kata kunci

  1. mencintai Allah dan rasullnya diatas segalanya
  2. mencintai seorang perempuan karena Allah
  3. benci kepada kekafiran

MENCINTAI ALLAH DAN RASULLNYA DIATAS SEGALANYA

Nabi bersabda : Man Ahabba Syaian katsuro dzikruhu HR. Turmuzi.
Artinya : Barangsiapa dia cinta sesuatu pasti ia akan banyak mengingatnya

Cinta adalah sesuatu yang abstrak, yang tidak teraba akan tetapi terasa oleh setiap orang yang mengalaminya. Para ulama dari dahulu sampai sekarang merasa kesulitan untuk mendefinisikan apa arti cinta itu sendiri. Imam Nawawi mendefinisikan cinta dengan kalimat mailunnafsi ala syaiin ( condongnya jiwa kepada sesuatu ).
Pada dasarnya Allah swt menganugerahkan manusia Rahmat ( cinta ) ke dalam hati manusia dengan tujuan agar manusia bisa saling mencintai, mengasihi dan menyayangi karena Allah semata. Bukan karena yang lain, sebab cinta karena Allah menghasilkan pengabdian dan pengorbanan sementara cinta karena yang lain hanya akan menghasilkan perselingkuhan.
Nabi Muhammad Saw dalam hadis shahih muslim menegaskan bahwa barangsiapa yang apabila didalam hatinya ada tiga perkara ini, maka ia telah merasakan manisnya iman. Pertama yaitu apabila Allah dan RasulNya lebih ia cintai dibanding yang lainnya, kedua apabila seseorang mencintai orang lain hanya karena Allah semata, ia bersatu dan berpisah karena Alloh dan ketiga apabila ia takut untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana takutnya ia apabila ia dilemparkan ke dalam neraha..(HR. Muslim )
Hadist di atas menekankan bahwa cinta kepada Allah dan RasulNya harus diletakkan di atas segalanya, termasuk kecintaan kepada anak, suami maupun istri. sebab hanya dengan mencintai Allah dengan sebesar-besarnya, manusia akan mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak orang yang mengaku bahwa ia mencintai seseorang karena Allah namun ternyata cinta yang tumbuh dalam hatinya tersebut tidak membuat ia bertambah mulia dimata Allah, tapi justru menjadikan ia semakin hina dan nista dimataNya. lalu bagaimana kita harus mencintai Alloh...??? Al Qur'an menegaskan : "Katakan wahai Muhammad, apabila kalian semua mencintai Allah, maka ikutilah aku, maka Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian...ternyata sederhana cara kita harus mencintai Allah, yaitu cukup mengikuti apa yang diajarkan dan di contohkan oleh Rasulullah saw. Mengaplikasikan ajaran-ajarannya, mengerjakan amalan-amalannya serta mengikuti kebiasaan-kebiasaannya dalam kehidupan sehari-hari.Senantiasa mengingat Allah, baik disaat sempit maupun lapang serta selalu menyebut namanya dalam segala aktifitas kita. bibir akan selalu basah oleh kalam-kalam suci dan hati akan terisi oleh gemuruh kerinduan kepadaNya.

MENCINTAI SEORANG PEREMPUAN KARENA ALLAH
Dan dia (iman) itu perkataan dan perbuatan,kemudian bertambah dan berkurang Firman Allah SWT {supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka(yg sudah ada)Al-fath: 4} {dan kami tambahkan kepada mereka Hidayah(al-kahfi:13)}{Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk (maryam:76){Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka (Muhammad:17)}{supaya orang yang beriman bertambah imannya (Al-Mudatsir 31)}dan firmannya{Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya(at-Taubah 124)} dan firman Allah SWT {tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan(Al-ahzab 22)} dan kecintaan karena Allah serta kebencian karena Allah adalah dari iman. Umar bin Abdil Aziz menulis untuk Adiy bin Adiy bahwa iman itu memiliki Fardu (wajib),syariat (cara), hudud(batasan2) dan sunnan(sunnah2) maka barang siapa menyempurnakan maka sempurnalah imannya, dan barang siapa belum menyempurnakannya maka belum sempurnalah imannya, maka jika aku masih hidup aku akan menerangkannya kepada kalian sampai kalian mengetahuinya, tetapi jika aku wafat maka aku menyertai kalian dengan kehati-hatian. Ibrahim menjawab: {“Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)(Al-baqoroh 260)} kemudian Mu’ad berkata “duduklah bersama kami beriman beberapa saat”. Ibnu mas’ud berkata “keyakinan itu adalah Iman keseluruhan. Ibnu umar berkata “Seorang hamba tidak mencapai hakikat ketakwaan sampai membiarkan apa yg bercerita didalam dada. Mujahid berkata “{telah mensyari’atkan bagi kamu(As syuro 13)} aku wasiatkan kepadamu wahai Muhammad dan kepadanya (Nuh) satu Agama”. Ibnu Abbas berkata “{ Syari’at dan Manhaj(aturan dan jalan yang terang) (al-maidah 48 ) Jalan dan Sunnah. (HR Bukhori) Dalam kitab fathul Baari karya Ali ibnu Hajar Al-atsqolani, bahwasanya hadits “Dan cinta karena Allah dan Membenci karena Allah adalah dari Iman” ini lafat hadits dilkeluarkan oleh abu Dawud dari haditsnya Abi amamah, sementara dari hadits Abi Dzar lafatnya “افضل الأعمال الحب في الله و البغض ف الله” (Amal yg paling afdhol adalah Cinta karena Allah dan Kebencian karena Allah). imam ahmad juga mencatat dari Abi amamah tetapi ditambahka و نصح لله dan bernasehat karena Allah kemudian yg lainnya dan menambahkan dan bekerja lisannya dalam mengingat Allah)
Dari sekilas, hadits beserta keterangannya dari Fathul Baari di atas, bisa kita simpulkan bahwa sebaik-baiknya pekerjaan adalah iman kepada Allah. Hadits diatas menerangkan bahwa ketika kita mencintai sesuatu seperti: wanita, harta, jabatan, atau apa saja itu karena Allah, dan ketika melihat segala sesuatu yg diridhoi Allah dicintai Allah, semestinya seorang beriman juga mencintai karena Allah, maka itulah tanda keimanan pada diri kita, semakin cinta kita pada hal yang dicintai Allah semakin kuat iman kita kepada Allah. Allah cinta pada Rosulullah, menyukai perdamaian, suka pada silaturrahmi persaudaraan dll, demikian pula semestinya kita mengikuti perintahNYA.
Demikian pula ketika ada sesuatu yg tidak disukai Allah, atau dimurkai Allah, maka menjadi tanda keimanan kita, jika kita juga membencinya, tidak menyukainya karena Allah, tetapi jika kita membenci sesuatu yg Allah cintai, justru itu kebalikan dari iman. Segala kebaikan telah diperintahkan Allah dan kejahatan telah dilarang oleh Allah dan bagiannya telah jelas, yaitu kejahatan/keburukan wajib kita benci karena Allah dan kebaikan/kebenaran wajib kita cintai karena Allah itulah iman.
Barangsiapa membuatbuat hal baru(memberi contoh) yang baik dalam islam, maka bagingya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barang siapa membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya dan tidak dikurangkan sedikitpun dari dosanya (shohih Muslim No.1017)
Dari hadits diatas jelas bahwa segala kebaikan telah diperintahkan Allah sementara keburukan telah dilarang dalam Islam, tetapi tak jarang kita bingung ada satu kebaikan menurut pandangan kita, tetapi meurut orang lain dianggap sebuah keburukan? maka ulama’ menyatakan bahwa: “asal segala sesuatu adalah boleh kecuali ada nash shorih yg menyatakan pelarangannya, dan asal ibadah itu tidak boleh kecuali ada nash yg jelas memerintahkannya”
Jadi jelas ketika kita mendapatkan hal yg kita bingung ada yg membolehkan dan ada yg melarangnya, maka kita kembalikan hal tersebut merupakan hal ibadah atau bukan? untuk mengetahuinya hal ibadah yg terperintahkan adalah terdapat tatacara dan terdapat rukun dan syaratnya, seprti Sholat, Haji, Puasa dll. tetapi jika hal itu tidak ada rukun syaratnya maka hal itu adalah amalan keseharian manusia, seperti makan, minum, silaturrahmi, siskamling, kumpul arisan, kumpul keluarga, sekolah, belajar dll.
Ketika ada hal kegiatan baru yg diperselisihkan seperti tahlilan, maulid nabi, isro’ mi’roj, maka hal tersebut kita bisa lihat adakah kegiatan tersebut rukun atau syarat tertentu yang menentukan syah atau tidaknya? jika tidak berarti itu kegiatan masyarakat biasa dan boleh atau tidaknya kita lihat didalam kegiatan tersebut ada hal yg dilarang syariat atau tidak, jika tidak maka boleh, jika ada yg dilanggar syariat seperti mabuk, atau motong kurban yg kepala kerbaunya dipendam dalam tanah untuk tumbal ini tidak boleh, tetapi kalau masak bersama untuk bersama atau sedekahan, itu tidak melanggar syariat dan boleh adanya.
Kemudian ketika ada sesuatu pelarangan dalam sesuatu amalan tetapi ada yg tidak melarang artinya hal tersebut belum mencapai kesepakatan, maka hal tersebut blm shorih(jelas) atau sesuatu anjuran dalam ibadah kemudian hal tersebut ada yg mengatakan tidak ada dalilnya maka hal tersebut adalah dalam perselisihan, untuk itulah kita membutuhkan orang yang mengerti benar2 dalam masalah2 ini, dan dari orang yg mengerti banyak dlm hal tersebut diatas terdapat mujtahid yg terkenal ada 4 imam madzhab yaitu hanafi maliki syafi’ie dan hambali, syarat menjadi mujtahid sendiri harus hafal minimal 600 ribu hadits menurut imam malik, jadi imam madzhab (mujtahid) fuqoha’ sudah tentu seorang muhaddits(ahli hadits).
BENCI KEPADA KEKAFIRAN
Hadits yang akan kita bahas ini masih termasuk dalam kitab Al-Iman, kitab kedua dalam Shahih Bukhari. Bagi pembaca yang mengikuti rubrik hadits ini secara rutin, insya Allah tidak akan asing dengan hadits berikut ini, karena ia memiliki matan (redaksi) yang sama dengan salah satu hadits sebelumnya. Imam Bukhari memberikan judul bab untuk hadits ke-21 ini " باب مَنْ كَرِهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِى النَّارِ مِنَ الإِيمَانِ". Mengambil makna dari sana, kita singkat judul pembahasan hadits Shahih Bukhari ke-21 ini menjadi: "Benci Kekafiran".

Berikut ini matan lengkap hadits Shahih Bukhari ke-21:

عَنْ أَنَسٍ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِى النَّارِ

Dari Anas r.a., dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda: "Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka."
Penjelasan dan Pelajaran Hadits Jika kita perhatikan, tampaklah bahwa matan (redaksi) hadits di atas sangat mirip dengan hadits ke-16: manisnya iman. Imam Bukhari memang seringkali membawakan hadits yang matan (redaksinya) mirip atau bahkan sama di dua atau lebih tempat (bab, bahkan kitab) yang berbeda. Karenanya kemudian ada ulama seperti Imam Adz-Dzahabi atau Syaikh Al-Albani yang membuat mukhtashar (ringkasan) Shahih Bukhari. Mukhtashar-mukhtashar itu biasanya hanya menyertakan satu hadits sekali saja. Tanpa mengulangnya. Namun demikian, Imam Bukhari memiliki maksud tersendiri ketika menempatkan hadits dengan matan serupa di tempat yang berbeda. Pertama, karena hadits tersebut mengandung pelajaran yang tidak cukup hanya dipaparkan pada satu bab saja. Kenyataannya, memang banyak hadits Nabi yang memuat sejumlah kandungan berbeda. Ia berbicara tentang aqidah, sekaligus juga menerangkan tentang ibadah dan akhlak, misalnya. Kedua, Imam Bukhari berkeinginan agar umat Islam yang mempelajari kitab shahihnya mendapatkan penekanan kembali mengenai hal yang sangat penting, yang dirasa kemanfaatannya sangat banyak jika hadits dengan matan yang mirip itu ditampilkan. Kemungkinan hal kedua ini yang menjadi alasan hadits ke-21 yang mirip dengan hadits ke-16 ini sama-sama dimuat dalam Kitabul Iman. Karenanya Imam Bukhari memberikan judul yang berbeda. Ketiga, Sesungguhnya Imam Bukhari tidak pernah mengulang hadits dengan matan dan sanad yang sama persis. Kalaupun matannya sama, sanadnya pasti berbeda. Demikian pula dengan hadits ini. Meskipun hadits ke-21 dan hadits ke-16 diriwayatkan dari Anas r.a namun perawi sesudahnya (sampai bersambung ke Imam Bukhari) berbeda. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadits ke-21 ini diriwayatkan oleh para perawi yang semuanya adalah orang-orang Bashrah. Karena matan hadits ke-21 ini tidak jauh berbeda dengan hadits ke-16: manisnya iman, maka pembaca bisa membaca hadits ke-16: manisnya iman, untuk melihat penjelasan dan pelajaran hadits.


KESIMPULAN
jadi siapa yang ingin merasakan manisnya iman maka cintailah Allah dan Rasulnya melebihi apapun.. Dan menjalin cinta dengan perempuan juga karena allah, dan bencilah kepada orang yang mengajak kepada kekafiran.

Pengikut